Kalian
lebih cantik dari bidadari surga!
Bukan dari paras aku melihatmu.
Bukan juga dari pakaian ataupun harta benda yang kau miliki. Aku meliahtmu
bukan dari segi warna kulit, bentuk wajah, maupun indahnya matamu. Bukan,
sekali lagi bukan itu. Pertama kali melihat kalian, hanya satu hal yang aku
ingat. Senyuman. Ya, senyum tulus itu telah mengikat hati-hati itu, mengikatkan
hati-hati itu menjadi sebuah rajutan yang indah bernama ukhuwah. Padahal
berkenalan pun belum. Tetapi perasaan itu tiba-tiba saja hadir dalam hatiku.
Perasaan yang membuatku percaya bahwa inilah yang dinamakan sebuah ukhuwah
islamiah. Yang lahir dari rahim iman.
Akhirnya kitapun saling berkenalan.
Satu sama lain. “siapa namamu?” “dari mana asalmu?” “kuliah di universitas
mana? Jurusan apa dan angkatan berapa?” “apa yang disukai dan yang tidak
disukai?” “anak ke berapa dari berapa bersaudara?”, dan berbagai macam
pertanyaan yang muncul saat dimulai sesi perkenalan saat itu. Ah, indahnya
ukhuwah. Padahal baru saja kita bertemu, tapi rasa kekeluargaan itu langsung
masuk ke relung-relung hati. Inilah tahap pertama dari tingkatan ukhuwah. Ya,
inilah yang dinamakan ta’aruf, atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan
perkenalan.
Hari demi hari terlewati. Dan proses
ukhuwah itupun masih berlanjut. Dari ta’aruf menuju tafahum. Kesyukuran tiada
henti terucap dalam diam seiring dengan canda dan tawa renyah kalian ammah.
Mungkin tak pernah terpikir sebelumnya. Akan bertemu dengan kalian dan
dibersamai oleh para amah pemandu ditengah perjalanan panjangku dalam mencari
keridhoan-Nya. Disetiap doaku dulu, sering terselip doa “Rabbanaa aatina
fiddunyaa hasanah, wa filaakhirati hasanah, wa qina ‘adzabannaar”. Siapa
sangka, kalian salah satu jawaban dari doa-doa penuh-harap itu.
Sebaik dan sematang apapun manusia
merancang setiap fase kehidupannya, sungguh renca Allah adalah yang paling
indah. Jika kita dapat mengambil hikmah di setiap potongan kejadian yang kita
alami. Siapa sangka, aku bisa bergabung dengan keluarga disini. Keluarga yang
selalu –bergotong royong- membangun tangga-tangga yang tak terlihat oleh mata
untuk menuju jannah-Nya. Meskipun aku menyadari masih sering ‘terlena´ dengan dunia sendiriku. Tapi setidaknya, kalianlah yang membuat ‘dunia sendiriku’ itu menjadi berbeda.
Berubah menjadi lebih bermakna.
Tazkiyatun nafs. Ya, tazkiyatun nafs
adalah salah satu materi yang mungkin sudah sering kita dapati di majelis
ilmu-majelis ilmu, begitupun disini. Tazkiyatun nafs, materi yang kuyakin semua
bisa mengerti tentang pengertian dan segala penjelasan tentang tazkiyatun nafs.
Namun prakteknya justru harus dilakukan dengan kesungguhan dan kelikhlasan.
Bukan hanya itu, dalam prosesnya pun kita harus belajar dengan kata ‘istiqomah’
dan ‘sabar’. Ini adalah salah satu materi yang membuat hatiku baertanya-tanya.
Sudah seberapa kotor kah hati ini?
Sering sekali, aku merasa “lelah”
dengan segala aktivitas dan amanah-amanah atau tanggung jawab-tanggung jawab
yang ada. Ah, capek! Atau akhirnya aku lebih sering acuh-tak acuh dengan
lingkungan sekitar. Tapi, Allah memang sudah menyiapkan semuanya dengan rapih dan
terencana. Kalian datang tanpa ku minta. Entah dengan sapaan, teguran,
atau pun candaan yang membuat aku
berpikir ulang tentang semua hal. Semua ini ada hikmahnya nad! Yapks. Semua ini
akan terlewati dan jika kita mampu berpikir, setiap kejadian yang kita alami
akan ada hikmah yang terkandung di dalamnya.
“saat kau terpuruk dan terjatuh,
genggam bahuku dan kita bagi bebanmu itu. Karena Tuhan tau kita mampu” yah,
tibalah saat itu. Hari dimana kita diberikan tugas untuk me-list seluruh kegiatan
rutin kita selama seminggu beserta waktu (dalam jam) yang dibutuhkan. Belum
pernah aku melakukan hal ini sebelumnya. Jujur saja, setiap kegiatan yang aku
lakukan hanya berdasarkan list deadline tanpa me-list waktu-waktunya. Bahkan
hal kecil seperti makan dan nyapu kamarpun waktunya harus dialokasikan.
Benar-benar. Dan hasilnya? *tarik nafas dalam-dalam* syair Hasan Al-Banna
langsung terlintas dalam benak “sesungguhnya kewajiban kita lebih banyak dari
waktu yang kita miliki”
Mungkin inilah jawaban dari
ketidak-seriusanku selama ini. Dan inilah jawaban dari setiap puing-puing doaku
yang aku tidak yakin akan mendapatkan
semua ini tanpa seizin Allah. Allah, siapa lagi yang bisa memberikan semua ini
selain Engaku? Berkali-kali Kau menegurku dengan teguran yang halus karena
kekhilafanku yang tak kunjung usai. Namun, nikmat-Mu tak pernah berhenti
menyapa hari-hariku. Ah, tak sanggup kusebutkan satu persatu nikmat itu.
Ramdahan. Sedih sekali rasanya
meninggalkan bulan penuh berkah itu dengan ibadah yang tak sempurna dan
maksimal. Dan kalian yang mengajarkanku tentang arti sebuah pengorbanan. Pengorbanan
untuk meraih kemenangan, yang tak semua orang menyadarinya. Pengorbanan yang
mungkin akan memotong waktu-waktu istirahatmu-bahkan waktu tidurmu. Ya, aku
belajar dari kalian. Mabit di ulil albab, muroja’ah hafalan, masak bareng, dan
hal-hal lain yang tak kusangka aku bisa melewatinya bersama kalian.
Kalian lebih cantik dari bidadari surga!
Bukan dari paras atau pun keindahan fisik yang terlihat. Namun, akhlak dan
perilaku kalianlah yang membuat para bidadari surga itu iri dan cemburu dengan
kalian. Bagaimana tidak? Mereka-para bidadari surga- sudah dijamin oleh Allah
untuk berada di surga dengan segala kenikmatannya. Tetapi kalian di sini harus
bersusah payah untuk menjadi seorang wanita yang “sholihah”, selalu berusaha
untuk menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain, meninggalkan hal-hal
makruh dan mubah yang tak bermanfaat, bahkan meninggalkan waktu tidur untuk
bangun malam. Dan hal itu merupakan hal yang tidak mudah.
Kalian lebih cantik dari bidadari surga!
Bukan dari suara yang merdu atau busana yang indah. Tapi dari sikap kalian
kepada sesama dan inisiatif kalian untuk selalu menjadi manusia yang lebih baik
dari hari sebelumnya. Tibalah hari itu. Hari pembagian kelompok dan pemandu
halaqoh tahfidz. Dengan alunan nasyid dan mata tertutup kita dikumpulkan
perkelompok halaqoh. Ditengah perjalanan pembagian kelompok tiba-tiba saja mata
ini basah. Ah, melankolis sekali aku ini. Dan kitapun berpegangan tangan lalu
penutup matapun dibuka. MasyaaAllah. Siapa lagi kalau bukan Allah yang
merancang seluruh skenario indah ini? Kita dikelompokkan dengan masing-masing
pemandu dan teman-teman yang special. Mungkin inilah jalan Allah untuk
menyelamatkan hafalanku yang masih morat-marit, dan inilah cara Allah untuk
membuatku lebih bersyukur.
Selesai pembagian kelompok halaqoh,
salah satu pemandu inisiatif untuk merekam moment special kali ini. Saat itulah aku menyadari. Bahwa
Kalian lebih cantik dari bidadari surga! Bukan dari paras dan penampilan luar
kalian yang indah. Melainkan dari “pancaran” keikhlasan yang terlihat dari
kebersamaan dan ketulusan kalian mensyukuri setiap potongan puzzle hidup yang
Allah berikan.
Banyak. Banyak sekali kekuranganku
yang masih harus aku perbaiki untuk menjadi seorang agen muslim yang baik. Dan aku
berharap. Sangat berharap. Bisa menjadi agen muslim yang baik dengan bantuan
dan dukungan dari kalian. Dari kalian yang memberikanku banyak pelajaran. Pelajaran
untuk selalu berusaha menjadi manusia yang lebih baik dan lebih baik lagi dari
hari sebelumnya. Bersama kalian yang akan terus berproses menjadi wanita muslim
yang taat pada Allah dan RasulNya. dan sekali lagi. Kalian lebih cantik dari
bidadari surga! Bukan dari kecantikan wajah atau pun keindahan yang terlihat. Tetapi
dari senyum ketulusan yang ikhlas membantu saudaranya, bekerja sama membangun
tangga-tangga untuk menuju jannahNya.-NN-